Selasa, 18 Maret 2014

MANAJEMEN LIKUIDITAS PERBANKAN SYARIAH



A.         Pengertian Manajemen Likuiditas
Likuiditas pada umumnya didefinisikan sebagai kepemilikian sumber dana yang memadai untuk memenuhi seluruh kebutuhan kewajiban yang akan jatuh tempo. Atau dengan kata lain kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban pada saat ditagih  baik yang dapat diduga ataupun yang tidak terduga.
Manajemen likuiditas bank Syariah diartikan sebagai suatu program pengendalian alat-alat likuid yang mudah ditunaikan guna memenuhi semua kewajiban bank yang segera harus di bayar.
Tujuan manajemen likuiditas adalah :
1.        Mencapai cadangan yang dibutuhkan yang telah ditetapkan oleh bank sentral karena kalau tidak dipenuihi akan kena pinalti dari Bank sentral.
2.      Memperkecil dana yang menganggur karena kalau banyak dana yang menganggur akan mengurangi profitabilitas bank.
3.        Mencapai likuiditas yang aman untuk menjaga proyeksi cashflow dalam kondisi yang sangat mendesak misalnya penarikan dana oleh nasabah, pengambilan pinjaman.

B.         Pengelolaan likuiditas dalam perbankan syariah
Fungsi dari manajemen likuiditas salah satunya adalah untuk memberikan keyakinan kepada para penyimpan dana bahwa deposan dapat menarik sewaktu-waktu dananya atau pada saat jatuh tempo dana tersebut dapat ditarik. Oleh karena itu bank wajib mempertahankan sejumlah dana likuid agar bank dapat memenuhi kewajibannya tersebut.
Dalam bank syariah manajemen likuiditas  secara konsep tidak jauh berbeda dengan manajemen bank konvensional. Yang membedakan hanyalah pada akad yang digunakan ketika melakukan kontrak. Selama ini alat untuk manajemen likuiditas dalam bank syariah adalah PUAS (pasar uang antar bank syariah) dengan akad wadiah, SIMA (sertifikat mudharabah antar bank syariah) dan SWBI (surat wadiah bank indonesia) juga dengan akad wadiah. Apabila suatu bank kekurangan likuiditas, maka bank tersebut akan meminjam kepada bank lain berupa PUAS, SWBI atau menerbitkan SIMA, dan sebaliknya.

C.         Istrumen Likuiditas Bank Syariah
Adapun instrumen yang harus dilakukan bank agar senantiasa dapat tetap likuid adalah :
1.        Memiliki Primary Reserve ( Cadangan Primer )
yaitu dalam kas atau saldo yang ada pada Bank Indonesia atau Bank lain. Dalam dunia perbankan, primary reserve terdiri dari:
a.    Giro pada Bank Sentral atau Giro Wajib Minimum (GWM)
Selama ini Giro pada bank sentral dikenal dengan istilah yakni merupakan kewajiban setiap bank untuk menitipkan dananya di BI. Berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan BI, maka besarnya GWM minimal 5% dari total dana pihak ketiga (DPK) untuk valuta rupiah dan 3% dari dana pihak ketiga untuk valuta asing, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pertama, bagi Bank Umum Syariah yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK kurang dari 80%, mendapat tambahan GWM sebagai berikut:
1)      Yang memiliki DPK > Rp 1 triliun s/d Rp 10 triliun wajim memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 1% dari DPK dalam rupiah.
2)      Yang memiliki DPK > Rp 10 triliun s/d Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 2% dari DPK dalam rupiah.
3)      Yang memiliki DPK > Rp 50 triliun wajib memelihara GWM tambahan dalam rupiah sebesar 3% dari DPK dalam rupiah.  Sedangkan bagi yang memiliki rasio pembiayaan dalam rupiah terhadap DPK sebesar 80% atau lebih; dan /atau yang memiliki DPK dalam rupiah sampai dengan Rp 1 triliun tidak dikenakan tambahan GWM.
b.    Kas pada valuta.
Alat likuid ini berisi uang tunai yang dipelihara oleh bank untuk memenuhi kebutuhan transaksi sehari-hari.
c.    Giro pada Bank lain
Rekening giro pada bank lain bertujuan untuk melancarkan transaksi antar bank (transfer, inkaso, transaks L/C, dan lain-lain)
d.   Item-item uang tunai yang masih dalam proses inkaso.
Tujuan dari alat likuid yang termasuk ke dalam kategori primary reserve ( cadangan primer ) adalah:
a.    Memenuhi reserve requirement yang ditempatkan dalam bentuk Giro Wajib Minimum di Bank Indonesia.
b.     Memenuhi keperluan operasional bank sehari-hari.
c.    Penyelesaian kliring antar bank.
d.   Memenuhi kewajiban jangka pendek yang jatuh tempo.
Dapat di katakana likuid apabila bank syariah dapat memelihara GWB di Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat memelihara giro di Bank Koresponden dengan besarnya berdasarkan saldo minimum, dapat memelihara sejumlak kas secukupnya untuk memenuhi pengambilan uang tunai.
2.        Memiliki Secondary Reserve
Yaitu cadangan yang berfungsi sebagai penyangga Primary Reserve, ditanam dalam bentuk investasi jangka pendek.
Adapun cadangan sekunder berupa surat-surat berharga bisa berupa:
a.    Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI).
Peraturan Bank Indonesia no 2/9/PBI/2000 mengatur tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah.
b.     Surat Berharga Syariah Negara (SBSN)
Berdasarkan Undang-Undang SBSN yang diterbitkan pada Mei 2008, Surat Berharga Syariah Negara atau dapat disebut Sukuk Negara adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah ataupun mata uang asing.
3.         Mempunyai akses ke pasar uang.
Pasar uang yang dimaksudkan di sini adalah pasar uang antar bank syariah dan pasar modal syariah.
a.    Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
     Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah adalah transaksi keuangan jangka pendek antar bank berdasarkan prinsip syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing.
b.    Pasar Modal Syariah
Instrument di pasar modal syariah saat ini meliputi saham yang masuk kategori Jakarta Islamic Index, Sukuk, dan reksadana syariah. Karena Bank tidak diperbolehkan berinvestasi pada saham, maka sukuk dan reksadana syariahlah menjadi secondary reserve dimana instrument ini dapat dijual di secondary market untuk sukuk dan dicairkan untuk reksadana syariah jika Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah membutuhkan dana jangka pendek.
c.     Fasilitas Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syariah (FPJPS)
FPJPS merupakan instrument terakhir untuk memenuhi kebutuhan likuiditas bagi Bank Syariah atau Unit Usaha Syariah setelah terjadinya saldo giro negative dan tidak berhasilnya akses pasar uang syariah untuk menutup kewajiban jangka pendek.
d.   LPS Sebagai Sarana Penunjang Likuiditas Perbankan
LPS adalah badan hukum yang independent yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan (UU LPS) yang ditetapkan tanggal 22 September 2004. LPS menjamin simpanan nasabah bank yang berbentuk tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito dan bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. LPS juga menjamin simpanan di bank Syariah yang berbentuk giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.


Senin, 17 Maret 2014

MANAJEMEN AKTIVA DAN LIABILITAS BANK SYARIAH



1.      PENGERTIAN MANAJEMEN ASET DAN LIABILITAS/ASSET AND LIABILITY MANAJEMENT (ALMA)
            Asset adalah sebuah sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan oleh perusahaan sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana beberapa manfaat ekonomi masa depan (s) dapat diharapkan mengalir ke perusahaan. Kepemilikan aset itu sendiri adalah tidak berwujud.
Manajemen Aset didefinisikan menjadi sebuah proses pengelolaan segala sesuatu baik berwujud dan tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomik, dan mampu mendorong tercapainya tujuan dari individu dan organisasi. Melalui proses manajemen yaitu POLC planning, organizing, leading dan controling agar dapat dimanfaatkan atau dapat mengurangi biaya (cost) secara effisien dan effektif.
Manajemen Liabilitas yaitu kemampuan bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi semua kewajibannya maupun komitmen yang telah dikeluarkan kepada nasabah.
Penggelolaan atas Reserve Requirement (RR) atau Primary Reserve (PR) atau Giro Wajib Minimum (GWM) sesuai dengan ketentuan BI dan secandary Reserve (SR). Risiko yang dapat timbul dalam Manajemen liabilitas yaitu risiko pendanaan dan risiko bunga.

2.      RUANG LINGKUP ALMA
ALMA adalah manejemen struktur neraca bank dengan tujuan untuk mengoptimalkan pendapatan dan meminimalkan biaya dalam batas-batas risiko tertentu. Risiko-risiko ALMA dalam suatu bank pada umumnya berupa:
a.    Financing risk, yaitu debitur akan memenuhi kewajibannya (keterlambatan angsuran atau pelunasan) tepat pada waktunya. Risiko kredit dapat menimbulkan risiko likuiditas.
b.    Liquidity risk, yaitu risiko bahwa bank tidak dapat memenuhi kewajibannya pada waktunya atau hanya dapat memenuhi kewajiban melalui pinjaman darurat (bagi hasil yang tinggi) dan atau menjual aktivanya dengan harga yang rendah.
c.    Pricing risk, yaitu risiko kerugian dengan akibat perubahan tingkat bagi hasil, menentukan bentuk penurunan margin dari penanaman atau kerugian sebagai akibat menurunnya nilai aktiva. Risiko ini sebagai akibat Net Interest Margin (NII) atau tidak terpenuhinya likuiditas, atau terjadinya gap karena tidak tepatnya perhitngan pricing atas asset dan liabilitas.
d.   Foreign exchange risk, yaitu risiko kerugian sebagai akibat perubahan tingkat kurs terhadap “open position” karena adanya pergerakan kurs yang merugikan.
e.    Gap risk, yaitu risiko kerugian dari ketidakseimbangan interest rate maturity karena adanya pergerkan tingkat bunga yang merugikan.
f.     Kontinjen risk, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat transaksi kontinjen, contohnya bank garansi dan kontrak valuta asing berjangka.
Risiko likuiditas adalah risiko yang ada diperbankan yang biasanya timbul dari cara bank mengelola primary dan secondary rerserve serta pendanaannya sehari-hari. Risiko yang ada dalam pengelolaan Primary rerserve dapat berupa:
a)    Reserve yang dikelola terlalu tinggi dari yang dibutuhkan.
b)   Reserve requirement tidak dapat dipenuhi sehingga berakibat dikenakan pinalti atau sanksi oleh bank indonesia serta timbulnya masalah bagi bank sendiri.

Selasa, 11 Maret 2014

MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH



MANAJEMEN DANA BANK SYARI’AH

1.      Manajemen Dana Bank Syari’ah
            Manajemen dana bank syariah adalah upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur dana yang diterima dari aktifitas funding untuk disalurkan kepada aktifitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas, dan solvabilitasnya
1.      Fungsi Dana Bank Syari’ah
Dalam menjalankan operasinya bank syarih memiliki empat fungsi sebagai berikut:
1)      Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi dana-dana yang dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atau dasar prinsip bagi hasil dengan kebijakan investasi bank.
2)      Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki pemilik dana atau shohibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik dana.
3)      Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
4)      Sebagai pengelola fungsi sosial.

2.      Tujuan Manajemen Dana Bank Syari’ah
Manajemen dana mempunyai tujuan sebagai berikut:
1)      Memperoleh profit yang optimal
2)      Menyediakan akhir cair dan kas yang memadai
3)      Penyimpan cadangan
4)      Mengelola kegiatan-kegiatan lembaga ekonomi dengan kebijakan yang pantas bagi seseorang yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain.
5)      Memenuhi keutuhan masyarakat akan pembiayaan.
Bank syariah harus mengelola dana yang dapat digolongkan sebagai berikut:
1.  Kekayaan bank syariah dalam bentuk:
a)      Kekayaan yang menghasilkan (aktiva produkif) yaitu pembiayaan untuk debitur serta penempatan dana di bank atau investasi lain yang menghasilkan pendapatan.
b)      Keklayaan yang tidak menghasilkan yaitu kas dan investasi (harta tetap).
2.  Modal bank syariah berasal dari:
a)      Modal sendiri yaitu simpanan pendiri (modal), cadangan dan hibah, infaq atau shodakoh.
b)      Simpanan atau hutang dari pihak lain
3.  Pendapatan usaha keuangan bank syariah berupa bagi hasil atau mark up dari pembiayaan yang diberikan dan biaya administrasi serta jasa tabungan bank syariah
4.  Biaya yang harus dipikul oleh bank syariah yaitu biaya operasi, biaya gaji manajemen, kantor dan bagi hasil simpanan nasabah penabung.

3.      Sumber-sumber Dana Bank
Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasasi oleh bank dalam bentuk tunai, atau aktiva lain yang dapat lain yang segera diubah menjadi uang tunai
Berdasarkan prinsip tersebut bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau masyarakat dalam bentuk:
a)      Titipan (wadi’ah) yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembalianya (guranted deposit) teapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
b)      Partisipasi modal bagi hasil dan berbagi resiko (non guranted account) untuk investasi umum (general investment account atau mudharabah mutlaqoh) dimana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
c)      Investasi kusus (special investment account atau mudharabah muqayyadah) dimana bank bertindak sebagai manajer investasi intuk memperoleh fee, jadi bank tidak ikut berinvestasi sedangkan investor sepenuhnya mengambil resiko atau investasi itu.
Dengan demikian sumber dana bank syariah terdiri dari:
1. Modal inti (core capital)
Modal inti adalah modal sendiri, yaitu dana yang berasal dari para pemegang saham bank, yakni pemilik bank. Pada umumnya dana modal inti terdiri dari:
a)      Modal yang disetor oleh para pemegang saham, sumber utama dari modal perusahaan adalah saham
b)      Cadangan yaitu sebagian laba bank yang tidak dibagi, yang disisihkan untuk menutup timbulnya risiko kerugain dikemudian hari
c)      Laba ditahan, yaitu sebagian laba yang seharusnya dibagikan kepada para pemegang saham, tetapi oleh para pemegang saham sendiri (melalui rapat umum pemegang saham) diputuskan untuk ditanam kembali dalam bank
2. Kuasi ekuitas (mudharabah accaount)
Bank menghimpun dana bagi hasil atas dasar prinsip mudaharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik dana (shahibul maal) dengan pengusaha (mudharib)untuk melakukan suatu usaha bersama dan pemilik dana tidak boleh mencampuri pengelolaan bisnis sehari-hari.
3. Titipan (wadi’ah) atau simpanan tanpa imbalan (non remurerated deposit)
n adalah dana pihak ketiga pihak ketiga pada pihak bank, yang umumnya berupa giro atau tabungan. Pada umumnya motivasi utama orang menitipkan dana pada bank adalah untuk keamanan mereka dan memperoleh keluasan untuk menarik dananya kembali.
4.        Pengarahan Dana Masyarakat
Di dalam pengerahan dana dari masyarakat di laksanakan berdasarkan prinsip:
1. Prinsip Al-Wadi’ah
Al – wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dan merupakan perjanjian yang bersifat percaya – mempercayai atau di lakukan atas dasar kepercayaan semata. Dasar hukum al – wadiah dalam al-quran adalah:
“sesunguhnya allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya.” (QS.An – nisa :58)
“sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaknya yang di percayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).
Di dalam pengunaan prinsib wadiah, di operasikan dalam bentuk:
(1). Rekening simpanan lancer atau giro (current account).
(2). Rekening simpanan bersarat atau tabungan berjangka (saving account).


a. Giro wadiah (current account)
Giro wadi’ah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpenan dari nasabah dalam bentuk rekening giro (current account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaianya. (current account) dari bank islam adalah sama dengan rekening giro dari bank konvesional. Hanya saja tidak di benarkan adanya pemberian bunga oleh bank kepada nasabah pemegang rekening
b. Tabungan Wadi’ah.
Tabungan wadi’ah adalah adalah produk pendanaan bank syariah berupa simpenan dari nasabah dalam bentuk rekening (saving account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaianya, seperti giro wadi’ah tetapi tidak se fleksibel giro wadi’ah karena tidak dapat menarik dananya dengan cek.

2. Prinsip Al-Mudhorobah
a. Tabungan Mudhorobah.

5.      Pengarahan Dana Bank Syari’ah
6.      Penggunaan Dana Bank Syari’ah



sssss